Rabu, 24 Juli 2013

Off Road Dengan Mobil Remot Kontrol


Sindikat Scale - Beberapa mobil remot kontrol jenis adventure dipajang saat acara kumpul bersama di pusat grosir Balubur beberapa waktu lalu. (FOTO: Tara Hendra PL)
Bandung,- Pada awalnya, mobil-mobilan RC (remote control) baru dikenal sekitar awal 1970-an. Pabrik mainan Tamiya memperkenalkan mobil radio kontrol dengan model mobil rakitan. Baru pada 1977 mereka merilis RC Porsche 934 Turbo bertenaga listrik.

Memasuki era 90-an, mobil-mobil RC tidak hanya digunakan sebagai mainan. Seperti yang dikembangkan oleh Sindikat Scale. Mereka adalah komunitas pehobi mobil-mobil RC di Bandung.

Memang nama komunitas ini sedikit asing di telinga masyarakat umum. Namun, bagi orang-orang yang menggeluti dinia otomotif, Sindikat Scale bukan lah nama baru. Itu semua berkat prestasi yang mereka torehkan selama ini.

"Alhamdulillah setiap mengikuti perlombaan kita selalu juara satu," papar Riza Aryadi, ketua komunitas Sindikat Scale beberapa waktu lalu.

Untuk hobi yang satu ini, bisa dikatakan cukup memakan biaya. Namun, bagi Riza hal tersebut bukan suatu alasan untuk berhenti menggeluti sesuatu.

"Memang hobi mobil RC terbilang mahal, tapi masih ada cara lain. Seperti di sini, rata-rata mobil yang kita punya adalah buatan tangan, murah pula," jelasnya.

Sejak diresmikannya tanggal 17 Juli 2006 lalu, komunitas ini memiliki 40 orang anggota aktif. Dan rata-rata dari anggota tersebut adalah pemain off road asli. Tapi, itu bukan lah sebuah syarat untuk bergabung dengan Sindikat Scale.

"Kalau mau bergabung kita terbuka untuk umum, tapi cakupannya hanya untuk Bandung saja," katanya.

Selain itu tanpa mobil RC pun kita tetap bisa bergabung dengan komunitas ini. Apalagi kalau harus bisa dan mahir, itu semua bagi Riza tidak terlalu penting.

"Kita terbuka untuk umum kok. Tidak perlu malu juga dengan yang lain karena kebetulan kebanyakan dari kita pun tidak begitu bisa memainkannya," pungkasnya. (Tara Hendra PL)

Coba Obat Maag Dengan Ubi Cilembu

Tanjungsari,- Siapa yang tak kenal dengan umbi-umbian asal Cilembu, Sumedang. Ubi yang dikenal dengan nama Ubi Cilembu ini memiliki ciri khas tersendiri, yakni rasanya yang manis.

Jika dilihat secara fisik, memang tak ada bedanya dengan ubi yang lain. Namun, ketika disantap jelas terasa perbedaannya.

Konon, penyebab rasa manis tersebut karena dulu Pangeran Sumedang pernah bertandang dan mengatakan kalau ubi tersebut manis. "Itu kata orang tua, kalau berdasarkan penilitian katanya memang di Cilembu itu tanahnya mengandung zat gula," papar salah seorang pedagang Ubi Cilembu, Wawan Karnawan (47) saat ditemui di kiosnya di Tanjungsari, beberapa waktu lalu.

Dan ternyata, ubi tersebut baik untuk kesehatan. Wawan mengaku, hal tersebut bukan isapan jempol. Katanya, itu berdasarkan apa yang ia alami selama ini.

"Yang saya tahu, ubi Cilembu itu bagus buat kesehatan, terutama penyakit mag. Nah, hal itu pun pernah dikatakan oleh salah seorang dokter dari Rancabadak," jelasnya.

Tak hanya itu, manfaat lainnya yakni baik untuk membantu pencernaan. "Terutama bagi anak-anak usia sekitar 2-5 tahun. Itu untuk membantu pencernaan mereka," imbuhnya.

Jika Anda tertarik, jangan salah pilih. Sebab, hanya ubi Cilembu asli yang memiliki cita rasa manis dan manfaat seperti itu. "Karena memang hanya di tanah Cilembu lah ubi tersebut bisa manis," pungkasnya. (Tara Hendra PL)

Senin, 15 Juli 2013

Hap ! Sendok Garpu Jadi Moge

Miniatur Moge - Doddy (38) saat menunjukkan cara membuat miniatur motor gede (Moge) di bengkelnya Jalan Pasirluyu, Gg H Yasin nomor 346, Bandung, beberapa waktu lalu. (Tara Hendra PL)
Pasirluyu,- Siapa sangka sendok dan garpu bisa disulap menjadi karya seni yang memiliki nilai jual mahal. Di tangan Doddy (38) warga Pasirluyu, Bandung misalnya alat makan itu berbuah menjadi miniatur motor gede (Moge) legendaris Harley Davidson.

Idenya muncul saat sedang makan bakso dan disampingnya ada sebuah motor Harley. Doddy berpikir bagaimana kalau sendok yang ia gunakan saat itu dibentuk seperti Moge, meski dengan peralatan minim.

"Saya coba bayangin bagaimana kalau Moge itu dibuat dari sendok. Ternyata ukuran tangkinya pas waktu saya cocok-cocokkan bentuknya dengan sendok," ujarnya pada www.bdguptodate.com beberapa waktu lalu.

Anak keempat dari sembilan bersaudara ini kemudian mempraktekkan cara pembuatannya. Sepertinya memang tidak sulit, Doddy hanya perlu memotong sedikit bagian belakang sendok, kemudian disambungkan dengan garpu yang sudah ia potong. Dengan peralatan seadanya dan waktu singkat Doddy sudah mempraktekkan cara membuat bagian depan motor dan tangki.

Sebetulnya tidak secepat itu. Permasalahan waktu pembuatan itu bergantung dari ukuran miniatur itu sendiri. "Ada dua ukuran yang saya produksi, ukuran kecil 30 cm dan besar 60 cm. Itu rata-rata menghabiskan waktu dua hari. Kalau mau lebih besar lagi, ya makin lama," tambahnya.

Sampai-sampai Moge yang ia buat pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah sebagai barang terunik. "Dua kali saya mendapat penghargaan sebagai benda terunik tahun 2005 dan 2009, itu di Jakarta dan Bandung," katanya.

Di sisi lain, ia juga pernah dapat omelan dari orang-orang yang memang hobi akan motor gede. Katanya, ada yang mengatakan kalau Moge buatan Doddy ada beberapa bagiannya yang hilang.
Mendapat kritikan seperti itu, Doddy sempat menghentikan usahanya untuk mempelajari bentuk asli dari motor gede. Sampai akhirnya Moge buatan tangannya tembus ke negara lain sampai Jerman, Belanda, Amerika dan Malaysia.

Tak tanggung-tanggung, untung yang ia dapatkan pun bisa mencapai Rp 15juta per bulannya hanya dengan modal sendok dan garpu. (Tara Hendra PL/www.bdguptodate.com)

Puluhan Jurnalis Dinyatakan Bebas Gangguan Jiwa

Pasteur,- Puluhan jurnalis kota Bandung dinyatakan tidak mengalami gangguan kejiwaan. Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan tahap pertama penanggulangan gangguan jiwa dan usaha bunuh diri oleh Bagian Psikatri Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Menurut Kepala Ruangan Bagian Psikatri RSHS Tedy Hidayat meski dianggap telah terbebas dari gangguan jiwa, pada dasarnya profesi jurnalis sangat rentan akan terjadinya penyimpangan jiwa.

“Saya pikir, ya ekspose dari dibanjiri oleh berbagai permasalahan. Itu menyebabkan menjadikan istilahnya, kalau kemarin di Jakarta itu, gegar kognisi, gegar psikologis. Dapat selalu banyaknya sekali dibanjiri sesuatu, kita sendiri tidak siap. Wartawan pasti begitu, karena dia memang mencari informasi. Jadi selalu dia buka informasi tiap detik masuk,” kata Tedy.

Tedy mengatakan jika berpatokan terhadap standar kementerian kesehatan RI yang menyatakan satu dari lima orang yang berkumpul mengalami gangguan kejiwaan. Dengan catatan ke lima orang itu bekerja di luar dunia jurnalistik. Tetapi kata Tedy dalam jumlah yang sama dengan profesi jurnalis, dipastikan sebanyak 40 persen mengalami gangguan kejiwaan.     

Sebelumnya Bagian Psikatri RSHS bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung untuk pemeriksaan kejiwaan jurnalis yang menjalankan tugasnya di kota Bandung. (Arie Nugraha/www.bdguptodate.com)